Friday, September 9, 2011

PRINSIP-PRINSIP DAN PROSEDUR PENILAIAN TES HASIL BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan prosedur penilaian. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan PP. nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan bahwa peilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

1.Penilaian hasil belajar oleh pendidik
2.Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidik
3.Penilaian hasil belajar oleh pemerintah

Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Dalam rangka penilaian hasil belajar (rapor) pada sementara satu penilaian dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti pekerjaan rumah, pengamatan dan produk.

Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor semester satu. Pada semester dua pen ilaian kenaikan kelas dan dilengkapi dengan tugas-tugas lain seperti PR, pengamatan dan produk. Hasil pengolahan dan analisis nilai tersebut digunakan untuk mengisi nilai rapor pada semester dua.

B. Tujuan dan Fungsi Penilaian Hasil Belajar


1. Tujuan Penilaian Hasil Belajar
a.Tujuan umum:
1).Menilai pencapaian kompetensi peserta didik
2).Memperbaiki proses pembelajaran
3).Sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa
b.Tujuan khusus:
1).Mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa
2).Mendiagnosa kesulitan belajar
3).Memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar
4).Penentuan kenaikan kelas
5).Memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.

2.Fungsi Penilaian Hasil Belajar


1).Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas
2).Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar
3).Meningkatkan motivasi belajar siswa
4).Evaluasi diri terhadap kinerja siswa

C. Rumusan Masalah

1.Apakah penskoran dan penilaian itu?
2.Bagaimanakah prinsip-prinsip penilaian?
3.Bagaimanakah acuan penilain itu?
4.Bagaimanakah prosedur pemberian nilai?
D. Tujuan
1.Untuk mengetahui tentang penskoran dan penilaian
2.Untuk mengetahui prinsip-prinsip penilaian
3.Untuk mengetahui tentang acuan penilaian
4.Untuk mengetahui prosedur pemberian nilai
E.Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah agar dapat memberikan konstribusi berupa pemahaman mengenai prinsip-prinsip dan prosedur penilaian tes hasil belajar kepada mahasiswa UMPAR khususnya mahasiswa akta IV.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Penskoran dan Penilaian (Scoring and Grading)


Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa atau mahasiswa. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka (mengadakan kuantifikasi).
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0-10, 0-100 atau 0-4 dan ada pula yang dengan huruf A, B, C, D dan E.

Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay. Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol). Total skor yang diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara memberi bobot kepada setiap soal menurut tingkat kesulitannya atau banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya untuk soal nomor 1 diberi skor maksimum 4, untuk soal nomor 3 diberi skor maksimum 6, untuk soal nomor 5 skor maksimum 10, dan seterusnya.
Di lembaga-lembaga pendidikan kita masih banyak pengajaran yang melakukan penskoran soal-soal essay, tanpa pembobotan. Setiap soal diberi skor yang sama meskipun sebenarnya tingkat kesukaran soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.
Lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam penilaian soal-soal essay, proses penskoran dan penilaian biasanya tidak dibedakan satu sama lain, pekerjaan siswa dan mahasiswa langsung diberi nilai, jadi bukan diskor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali menimbulkan terjadinya halo effect yang berarti dalam penilaiannya itu diikut sertakan pula unsur-unsur yang irelevan seperti kerapian dan ketidak rapian tulisan, gaya bahasa, atau panjang pendeknya jawaban sehingga cenderung menghasilkan penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian menjadi kurang objektif. Jika tes yang dibentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh lebih dari satu orang. Sering kali terjadi perbedaan-perbedaan diantara penilai, bahkan juga hasil penilaian sering kali berbeda terhadap jawaban-jawaban yang sama dari soal tertentu, kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika dalam pelaksanaanya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan penilaian.

1.Pemberian skor untuk soal-soal multiple choice atau tes bentuk pilihan ganda.

Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal dua macam cara yaitu, tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukuman apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan hukuman atau dapat juga disebut sistem denda. Adapun rumus yang biasa dipakai adalah:

S=∑▒R-(∑▒W)/(n-1)
Ket:
S = skor yang dicari
∑R = jumlah soal yang dijawab salah
∑W = jumlah soal yang dijawab salah
n = jumlah option (alternatif jawaban tiap soal)
1 = bilangan tetap

2. Pemberian skor untuk tes bentuk betul salah (true-false)

Dalam menentukan angka skor untuk tes benar-salah (B-S) ini kita dapat menggunakan 2 cara yaitu tanpa hukuman dan dengan hukuman atau denda. Tanpa hukuman adalah apabila banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan hukuman (karena diragukan adanya unsur tebakan) digunakan rumus:

S=∑▒R-∑▒W
Keterangan:
S = skor yang dicari
∑R = jumlah soal yang dijawab benar
∑W = jumlah soal yang dijawab salah

3. Pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat

Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendakijawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Melihat namanya, maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkindan mengandung suatu pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes inilah digolongkan kedalam bentuk tes objektif. Tes bentuk isian dianggap setaraf dengan tes jawab singkat ini.

Cara memberikan skor adalah sebaiknya soal diberi angka 2 (dua). Dapat juga disamakan dengan angka pada bentuk benar-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkan ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya: lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya: 2; 1,5 dan 1.

4. Pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan

Pada dasarnya bentuk tes menjodohkan adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Dengan demikian maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalh bahwa jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi pertanyaan lain. Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat didepan alternatif jawaban.
Tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak yaitu angka tiap nomoradalah 2.

5.Pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test)

Pada tes bennntuk uraian, jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam dari setiap siswa. Olehnya itu harus ada langkah-langkah yang dilakukan pada saat member angka antara lain:
a. Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
b. Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya sampai kepada jawaban yang paling minim jika jawabannya meleset sama sekali.
c. Memberikan angka bagi soal pertama
d. Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.
e. Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes ketiga, keempat dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka.
f. Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.

6. Pemberian skor untuk tugas

Tolak ukur yang digunakan dalam pemberian skor tugas adalah:
1. Ketepatan waktu penyerahan tugas
2. Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas.
3. Sistematika yang menunjukkan alur pikiran
4.Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
5. Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.

B. Prinsip-Prinsip Penilaian

Beberapa prinsip-prinsip penilaian antara lain:
1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif. Ini berarti bahwa penilaian didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya maupun jenisnya.
2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading). Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam hubungannya dengan kedudukan personal siswa yang memperoleh angka-angka tersebut dalam skala tertentu misalnya skala tentang baik- buruk, bisa diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus.
3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan dengan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang norms-referenced evaluation yaitu penilaian yang diorientasikan kepada suatu kelompok tertentu, jadi hasil evaluasi perseorangan siswa dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Dan penilaian criterion-referenced evaluasion ialah penilaian yang diorientasikan kepada suatu standar absolut tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu.
4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian, disamping untuk mengetahui status siswa dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai umpan balik (feedcback) baik kepada siswa sendiri maupun guru atau pengajar. Dari hasil tes pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang diperbuatnya atau memberi reinforcemence bagi prestasinya yang baik.
5. Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula. Atau jika dilihat dari segi lain, penilaian harus dilakukan secara adil. Karena penilaian yang tidak adil akan meenimbulkan frustasi pada siswa dan mahasiswa, yang selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa.
6. System penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri. Sumber ketidak beresan dalam penilaian terutama adalah tidak jelsnya system penilaian itu sendiri bagi para guru atau pengajar : apa yang dinilai serta macam skala penilaian yang dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apapun skala yang dipakai dalam penilaian, apakah skala 0-4 atau A,B,C,D,E dan F hendaknya dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.

C. Acuan Penilaian


Di dalam setiap kegiatan belajar mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan menggunakan skala 0 sampai 100, dan adapula yang menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai 10. Diperguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf, yaitu A,B,C,D dan E atau TL.
Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhirseorang siswa dapat dilakukan dengan mengacu kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal adanya dua patokan yang umum diapakai dalam penilaian itu yaitu:

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu pada suatu kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.

Kriteria atau patokan yang digunakan dalam PAP bersifat mutlak. Artinya kriteria itu bersifat tetap, setidak tidaknya untuk beberapa tahun atau jangka waktu tertentu dan berlaku bagi semua yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.

2. Penilaian Acuan Normal (PAN)

Secara singkat dapat dirumuskan bahwa penilaian acuan normal (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok, nilai-nilai yang diperoleh siswa dibandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan norma dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud dengan kelompok disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut. Jadi pengertian kelompok yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa dalam suatu kelas, sekolah, rayon, dan propinsi atau wilayah.

a.Perbedaan pokok antara kedua jenis acuan penilaian tersebut:


1. Kriteria atau patokan yang digunakan PAP bersifat mutlak sedangkan PAN menggunakan kriteria yang bersifat relatif dalam arti tidak tetap atau selalu berubah-ubah, disesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan pada waktu itu.
2. Nilai dari hasil PAP dijadikan indikator untuk mengetahui sampai dimana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu, sedangkan nilai dari hasil PAN tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang mateeri pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat kelompoknya.

D. Prosedur Pemberian Nilai

Untuk dapat melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, perlu kita kaji beberapa prosedur penilaian dari yang sangat sederhana dan mengandung banyak kelemahan sampai kepada yang lebih rumit antara lain:
1. Prosedur penilaian yang paling sederhana, atau ungkin juga dapat dikatakan paling tuadan paling banyak dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita ialah prosedur yang tidak membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian. Prosedur ini mengandung lebih banyak kelemahan daripada kebaikan. Dalam pelaksanaannya sering dikacaukan antara penskoran dan penilaian, atau yang lebih lazim lagi angka atau skor yang sebenarnya merupakan ‘biji’, langsung dianggap sebagai nilai, yang kemudian dipergunakan sebagai alat untuk menentukan vonis kepada siswa atau mahasiswa yang memperoleh ‘biji’ tersebut.

2. Prosedur ini dan berikutnya adalah prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian, dengan berbagai variasi mulai dari yang relatif sederhana sampai dengan yang lebih rumit. Yang pertama adalah prosedur penilaian dengan membuat peringkat skor-skor dalam bentuk-bentuk tabel-tabel distribusi. Dalam hal ini peran guru atau penilai dituntut tanggung jawab profesionalnya dalam menentukan batas persyaratan penguasaan minimal dari hasil tes yang telah ditabulasikan itu. Hal ini yang perlu diperhatikan, dengan penggunaan prosedur distribusi peringkat ini guru atau penilai sekaligus menerapkan kedua orientasi penilaian, yaitu penilaian norm-oriented dalam bentuk kompetisi intra kelompok dan penilaian criterion-orientid, yaitu dari segi penguasaan minimal yang diharapkan sesuai dengan kapasitas (prestasi aktual) kelompok atau kelas masing-masing.

3. Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase (%) banyak digunakan karena dianggap lebih sederhana dan praktis. Penilaian dengan persentase ini umumnya dikaitkandengan skala penilaian 0-10 atau 0-100, dengan langsung mentransformasikan persentase yang dimaksud menjaadi nilai. Misalya 50% benar sama dengan nilai 5 (dalam skala penilaian 0-10) atau 50 (dalam skala penilaian 0-100); 78% benar sam dengan nilai 8 (dalam skala penilaian 0-10) atau 78 (dalam skala penilaian 0-100). Prosedur ini didasarkan atas anggapan bahwa proses pengukuran yang dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung persentase itu telah mempergunakan alat-alat yang memadai dan dianggap baik. Oleh karena itu, keandalan hasil penilaian dengan persentase ini sangat bergantung pada apakah “meteran” yang dipakai sebagai dasar perhitungan persentase itu benar (baca:baik) atau tidak.

4. Prosedur yang menggunakan tekhnik statistic yang lebih kompleks, yaitu yang dinamakan prosedur perstandarisasian dan penormalisasia. Dikatakan perstandarisasian karena dalam mentranspormasikan skor-skor hasil pengukuran suatu kelompok siswa menggunakan rentangan yang disebut deviasi standar, yaitu penyimpangan rata-rata yang dihitung dari nilai titik tengah kelompok yang disebut mean atau rata-rata hitung. Proses penstandardisasian ini kemudian diteruskan dengan penormalisasian, yaitu distribusi skor-skor itu dikonfrontasikandengan distribusi kurva normal.

Prosedur penilaian yang menggunakan teknik statistik sperti diuraikan diatas hanya cocok dan baik digunakan jika:
a. Pencaran skor-skor aktual yang diperoleh mendekati pencaran kurva normal.
b. Jumlah kasus atau siswa yang dites cukup besar: minimal 50 atau lebih baik lagi jika 100 ke atas.


BAB III
PENUTUP



A. KESIMPULAN

1. Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa.

2. Prinsip-prinsip penilaian hasil belajar adalah : 1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif, 2. Harus dibedakan antara penskoran(scoring) dan penilaian (grading), 3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan dengan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang norms-referenced dan yanmg criterion-referenced, 4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari prose belajar mengajar.

3. Acuan penilaian dibagi atas dua yaitu penilaian acuan patokan (PAP) dan penilaian acuan normal (PAN).

4. Prosedur pemberian nilai dibagi atas empat, yaitu: 1. Prosedur penilaian yang paling sederhana, 2. Prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian, 3. Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase (%), 4. Prosedur menggunakan tekhnik statistic yang lebih kompleks.

B. SARAN

Hendaknya prinsip-prinsip dan prosedur penilaian tes hasil belajar harus baku atau layak digunakan sebagai evaluasi proses belajar mengajar.


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1987). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta. PT. Bumi Aksara.
Ngalin purwanto, M. (1984). Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya.
Sudjana Nana (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

ANALISIS HASIL TES DASAR – DASAR EVALUASI PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Adapun langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri dari:
1. perencanaan,
2. pengumpulan data,
3. verifikasi data,
4. analisis data, dan
5. interpretasi data.

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.

Usaha yang lebih baik yaitu untuk selalu meningkatkan mutu tes yang disusun oleh seorang tenaga pendidik, namun hal ini tidak dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk beranggapan bahwa hasil karyanya adalah yang terbaik atau setidak – tidaknya sudah cukup baik.

Tenaga pendidik yang sudah banyak berpengalaman mengajar dan menyusun soal – soal tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa, masalah inilah yang melatarbelakangi penulisan makalah ini yang berjudul Analisis Hasil Tes Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah : Bagaimana cara menganalisis hasil tes dasar – dasar evaluasi pendidikan?

C. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah Untuk mengetahui cara atau langkah – langkah yang harus diperhatikan dalam menganalisis hasil tes dasar – dasar evaluasi pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN


Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials Of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W,Brown. Dikatakan bahwa “evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something.” Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983,1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.

Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Dr. Roestiyah, N.K. (1989; 85) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dari hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.

A. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri

Secara teoritis, siswa dalam satu kelas merupakan populasi atau kelompok yang keadaannya heterogen. Dengan demikian, maka apabila dikenai sebuah tes akan tercermin hasilnya dalam suatu kurva normal. Apabila keadaan setelah hasil tes dianalisis tidak seperti yang diharapkan dalam kurva normal, maka tentu ada apa – apa dengan soal tesnya.
Dengan demikian maka apabila kita memperoleh keterangan tentang hasil tes, akan membantu kita dalam mengadakan penilaian secara objektif terhadap tes yang kita susun.

Ada empat cara untuk menilai tes, yaitu :
1. Meneliti secara jujur soal – soal yang sudah disusun, kadang – kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran dari keadaan soal tersebut.
2. Mengadakan analisis soal.
Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi – informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun.
3. Mengadakan checking validitas.
Validitas yang paling penting dari tes buatan guru adalah validitas kurikuler. Untuk mengadakan checking validitas kurikuler, kita harus merumuskan tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat kita jodohkan dengan setiap tujuan khusus tersebut.
4. Mengadakan checking reliabilita.
Indikator tes yang mempunyai reliabilita yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal – soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi.

B. Analisis Butir Soal

Untuk mengetahui kapan soal dikatakan baik, kurang baik, dan soal yang jelek sangat berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.

1. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal yang indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.
Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi). Rumus mencari P adalah :
P = B
JS
Dimana :
P = indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut :
Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal – soal yang di anggap baik yaitu soal – soal sedang, tetapi bukan berarti soal – soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar tidak bisa digunakan, hal ini tergantung dari penggunaannya.

2. Daya Pembeda.

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, indeks diskriminasi ini sama dengan indeks kesukaran yaitu berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif.
Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik, demikian pula jika semua siswa, baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik karena keduanya tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab oleh siswa pandai saja.
Jika seluruh kelompok atas (pandai) dapat menjawab soal dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah (bodoh) menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai diskriminasi paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul, maka nilai diskriminasinya adalah -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai diskriminasi 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.
Rumus mencari nilai Diskriminasi adalah :
D = BA/JA - BB/JB = PA - PB
Dimana :
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB BA/JA = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
PA = BB/JB = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( P sebagai indeks kesukaran)
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar


3. Pola Jawaban Soal


Pola jawaban yang dimaksud adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun.
Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek, sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut – pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui :
a. Taraf kesukaran soal
b. Daya pembeda soal
c. Baik dan tidaknya distraktor
Kekurangan suatu soal mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya.

BAB III
PENUTUP


a. Kesimpulan

Dari uraian latar belakang, perumusan masalah dan pembahasan tersebut maka penulis menyampaikan kesimpulan sebagai penutup makalah ini adalah sebagai berikut :
Antara pengukuran ( penilaian ) dan evaluasi pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Pengukuran berkaitan dengan pembuatan soal, pengadministrasian dan peskoran. Evaluasi berkenaan pada pengambilan kebijakan.
Pada umumnya untuk melaksanakan evaluasi perlu diproses pengukuran dan pengukuran yang baik terdapat langkah – langkah bagaimana menentukan indeks kesukaran, indeks diskriminasi, dan bagian yang tidak kalah penting adalah baik dan tidaknya distraktor.

b. Saran
Seyogyanya dalam menentukan instrument sebagai alat evaluasi perlu dilaksanakan proses pengujian reabilitas soal, validitas soal sehingga ditemukan soal – soal yang baik.
Seyogyanya dalam penggunaan instrument sebagai pengukuran khususnya pada pelaksanaan telah tersedia sejumlah perangkat yang telah teruji kefalidan soal sehingga kapanpun pelaksanaan evaluasi tim evaluasi bisa mempertanggung jawabkan keberadaan soal dalam mengukur kemajuan siswa khususnya dan kemajuan pendidikan secara umum.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, suarsmi. . Dasar – dasar evaluasi pendidikan. Jakarta : Bumi aksara.
Funnys . 28 November 2008. Kemampuan Melaksanakan Evaluasi Pembelajaran. http://makalah85.blogspot.com/2008/11/kemampuan-melaksanakan-evaluasi.html. Tanggal akses 05 Oktober 2010
Fat Hurrahman. 27 Mei 2008. Konversi Penilaian Dalam Evaluasi Pendidikan. http://udhiexz.wordpress.com/2008/05/27/konversi-penilaian-dalam-evaluasi-pendidikan/. Tanggal akses 05 Oktober 2010

Monday, September 5, 2011

Kualitas Alat Evaluasi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bertitik tolak dari pendapat Galton Russefendi, 1980 : 53), bahwa dalam suatu kelompok individu siswa) yang tidak dipilih secara khusus mewakili karakteristik tertentu yang frekuensinya berdistribusi normal. Begitu pula kepandaian dalan suatu mata pelajaran tertentu. Salah satu cara untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang paling efektif ialah dengan jalan mengevaluasi hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar mengajar itu sendiri. Dengan kata lain, hasil tes itu kita olah sedemikian rupa sehingga dari hasil pengolahan itu dapat diketahui komponen-komponen manakah dari proses balajar mengajar yang masih lemah.
Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik tentunya diperlukan alat evaluasi yang kualitasnya baik pula. Alat evaluasi yang baik dapat ditinjau dari hal-hal berikut ini, yaitu: validitas, daya pembeda, derajat kesukaran, efektivitas option, obyektivitas, dan praktikabilitas.
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana suatu tes hasil belajar dikatakan baik ?
2. Hal-hal apa yang mempengaruhi kualitas suatualat evaluasi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar kita dapat menentukan kualitas suatu alat evaluasi yang baik.
2. Agar kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi kualitas atau evaluasi sehingga dapat dikatakan baik
BAB II
PEMBAHASAN

Keberhasilan mengungkapkan hasil belajar dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian)sangat bergantung pada kualitas alat penilainya disamping pada cara pelaksanaannya. Suatu alat evaluasi yang baik akan mencerminkan kemampuansebenarnya dari testi yang dievaluasi dan bisa membedakan yang pandai (diatas rata-rata), dan siswa yang kemampuannya sedang(pada kelompok rata-rata), dan siswa yang kemampuannya kurang (dibawah rata-rata), sehingga penyebaran skor atau nilai evaluasi tersebut berdistribusi normal).
A. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya penhukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
Validitas suatu instrumen selalu bergantung kepada situasi dan tujuan khusus penggunaan instrumen tersebut. Suatu tes yang valid untuk satu situasi mungkin tidak valid untuk situasi yang lain. Sebagai contoh : menilai kemampuan siswa dalam matematika dan diberikan soal dengan kalimat yang panjang dan berbelit-belit sehingga sukar ditangkap maknanya. Akhirnya siswa tidak dapat menjawab karena tidak memahami pertanyaannya. Contoh lain adalah menilai kemampuan berbicara, tetapi ditanyakan tentang tata bahasa atau kesusastraan seperti puisi atau sajak. Penilaian tersebut tidak tepat (valid). Validitas tidak berlaku universal sebab bergantung pada situasi dan tujuan penilaian. Oleh sebab itu keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi.
Validitas berdasarkan pelaksanaannya dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu:
B.Validitas Teoritik
Validitas teoritik atau validitas logik adalaah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgement) teoritik atau logika yang dilakukan oleh para ahli atau orang yang dianggap ahli. Ada tiga macam validitas yang termasuk kedalam validitas teoritik ini yaitu :
Validitas Isi (Content Validity)
Validitas ini suatu alat evolusi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut yang merupakan sampel representative dari pengetahuan yang harus diakui.
Validitas Muka (Face Validity)
Validitas muka suatu alat evolusi disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain.
Validitas Konstruksi Psikologik (Construct Validity)
Pada umumnya alat evaluasi yang sering menyangkut validitas konstruksi ini berkenaan dengan aspek sikap, kepribadian, motivasi, minat, dan bakat.
Validitas Kriterium
Validitas ini diperoleh dengan melalui observasi atau pengalaman yang bersifat empirik, kriterium itu diperlukan untuk menentukan tinggi-rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi. Ada dua macam validitas yang termasuk ke dalam validitas kriterium ini, yaitu :
Validitas Banding (Concurrent Validity)
Validitas seringkali disebut validitas bersama. Misalnya alat evaluasi yang diselidiki va;iditasnya adalah tes matematika buatan guru (kita) dengan menggunakan kriterium nilai rata-rata harian atau nilai tes sumatif yang telah ada, dengan asumsi hasil evaluasi yang digunakan untuk kriterium itu telah mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya. Kedua tes tersebut diberikan kepada subjek (siswa) yang sama. Apabila kedua nilai atau skor itu berkorelasi tinggi, maka tes yamh kita buat itu memiliki validitas yang tinggi pula.
Validitas Ramal (Predictive Validity)
Sebuah alat evaluasi dikatakan memiliki validitas ramal yang baik jika ia mempunyai kemampuan untuk meramalkan hal-hal yang akan terjadi dimasa akan datang.
Cara menentukan tingkat (indeks) validitas kriterium adalah dengan menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan diketahui validitasnya dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan telah memiliki validitas yang tinggi (baik). Cara mencari koefisien validitas dapat digunakan tiga macam cara yaitu :
1. Korelasi produk moment memakai simpangan.
2. Korelasi produk moment memakai angka dasar (raw score)
3. Korelasi metode (rank method correlation)
Faktor-faktor yang mempengaruhi validitas
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar matematika, faktor-faktor berikut ini akan dapat mengurangi fungsi pokok uji sesuai dengan yang diharapkan sehingga bisa merendahkan validitas alat evaluasi :
a. Petunjuk yang tidak jelas.
Petunjuk yang kurang jelas tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh peserta uji (testi) cenderung akan mengurangi validitas.
b. Pembendaharaan kata dan struktur yang sukar
Terlalu banyak penggunaan kata yang kurang dikenal dan struktur kalimat yang berbelit-belit akan mengukur kemampuan berbahasa atau aspek intelegensi dari pada tingkah laku murid (testi) dalam aspek tertentu, misalnya matematika atau materi pelajaran yang lain. Oleh karena itudapat mengurangi validitas.
c. Penyusunan soal yang kurang baik.
Terutama dalam penyajian soal tipe objektif, sering kali kalimat yang disajikan memberi petunjuk pada jawaban yang benar atau tidak benar, sehingga jawabaannya mudah ditebak tanpa harus memahami konsep yang terkandung dalam soal itu.
d. Kekaburan
Pertanyaan yang kurang jelas maknanya atau bisa ditafsirkan dengan makna lain dapat membingungkan peserta tes, sehingga ia menjawab salah bukan karena tidak memahami konsep dalam soal tersebut, tetapi karena ketidak jelasan soal tersebut. Kekaburan sering kali membingungkan siswa yang pandai dari pada siswa yang kurang pandai.
Derajat kesukaran soal yang tidak cocok
Penyajian soal-soal yang sangat sukar akan mengakibatkan hasil yang jelek bagi kebanyakan atau bahkan semua peserta tes atau kebanyakan mendapat nilai baik. Hal ini bisa membedakan kemamouan siswa yang satu dengan yang lainnya. Dengan perkataan lain kemampuan siswa dalam aspek tertentu tidak terungkap sesuaidengan keadaan sebenarnya, oleh karena itu validitasnya rendah.
a. Materi tes tidak representatif
Jika kita menyajikan soal tes sedikit maka materi yang disajikan dalam tes itu tidak akan mewakili bahan pelajaran yang telah disajikan dan dipelajari siswa, sehingga faktor keberuntungan akan berperan. Siswa yang kebetulan mempelajari konsep yang sama dengan soal yang disajikan akan bisa megerjakan tes itu, sebaliknya jika ia lebih mendalami konsep lain yanh tidak disajikan dalam soal tes akan mendapat hasil tidak baik.
b. Pengaturan soal yang kurang tepat
Penyajian soal hendaknya disusun dariyang mudah menuju pada soal-soal yang sukar. Penempatan soal-soalyang sukar pada nomor-nomor awal dan energy untuk menjawab soal itu saja. Sehingga untuk mengerjakan soal lainnya sudah lelah dan waktunya bisa kepepet dan gugup.
c. Pola jawaban yang dapat diidentifikasi
Penempatan jawaban dalam soal tipe objektif menurut pola tertentu akan mendorong siswa untuk menebak jawaban, sehingga konsep dalam soal tidak dipikirkan lagi

B. Reabilitas
Reabilitas merupakan penerjemahan dari kata Reability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable) walaupun reabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti kepercayaan, keterandalan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reabilitas adalan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif yang dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan)dan bisa diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya.
Dari uaraian diatas dapat dipahami bahwa prinsip reliabilitas akan menyangkut pertanyaan : “ seberapa jauhkah pengukuran yang dilakukan cecara berulang kali terhadap subjek atau sekelompok subjek yang sama, memberikan hasil-hasil yang relatif tidak mengalami perubahan “. Bila hasil yang diperoleh selalu sama (setidak-tidaknya mendekati sama). Maka dapat dikatakan bahwa alat pengukur berupa tes tersebut telah memiliki reabilitas yang tinggi. Jadi perinsip reabilitas menghendaki adanya keakuratan dari hasil pengukuran yang berulang-ulang terhadap seorang subjek atau sekelompok subjek yang sama. Dengan catatan subjek-subjek yang diukur itu tidak mengalami perubahan.
Estimasi terhadap tingginya reabilitas dapat dilakukan melalui berbagai metode pendekatan. Masing-masing metode pendekatan dikembangkan sesuai dengan sifat dan fungsi alat ukur yang bersangkutan dengan mempertimbangkan dengan mempertimbangkan pula segi-segi praktisnya. Terdapat tiga macam pendekatan realibilitas yaitu :
1. Pendekatan tes ulang (test-retest)
Dalam pendekatan ini dilakukan dengan menyajikan tes dua kali pada satu kelompok subjek dengan tenggang waktu diantara kedua kajian tersebut. Asumsi yang menjadi dasar dalam cara ini adalah bahwa suatu tes yang reliabel tentu akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama apabila dikenakan dua kali pada waktu yang berbeda. Semakin besar variasi perbedaan skor subjek antara kedua pengenaan itu berarti semakin sulit untuk mempercayai bahwa tes itu memberikan hasil ukur konsisten.
2. Pendekatan Bentuk Paralel (paralel-forms)
Tes bentuk paralel adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran, dan susunan tetapi butir-butir soalnya berbeda. Dengan bahasa sederhana dapat dikatakan bahwa kita harus punya dua tes yang kembar. Sebenarnya, dua tes yang paralel hanya ada secara teoritik, tidak benar-benar paralel secara empirik.
Pendekatan ini dilakukan dengan memberikan sekaligus dua bantuk tes yang paralel satu sama lain, kepada sekelompaok subjek. Dalam pelaksanaannya, kedua tes paralel itu dapat digabungkan terlebih dahulu seakan-akan merupakan suatu bentuk tes semula dipisahkan kembali untuk diberi skor masing-masing, sehingga diperoleh dua distribusi skor.
3. Pendekatan Tes Tunggal
Pendekatan tes tunggal dalam estimasi reliabilitas dimaksudkan, antara lain, untuk menghindari masalah-masalah yang biasaanya ditimbulkan oleh pendekatan tes-ulang dan oleh pendekatan bentuk paralel. Dalam menggunakan pendekatan ini prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes pada sekelompok individu sebagai subjek (single trial administration). Oleh karena itu pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi. Dengan hanya satu kali tes pengenaan tes akan diperoleh satu distribusi skor tes dari kelompok subjek bersangkutan.
Analisis data untuk pendekatan tes tunggal bisa dibagi kedalam dua macam teknik, yaitu :
1.1.Teknik Belah Dua
Dalam menentukan reabilitas suatu perangkat tes (evaluasi) dengan menggunakan teknik belah dua, dilakukan dengan jalan membelah alat evaluasi tersebut menjadi dua bagian yang sama (relatif sama), sehingga masing-massing tes memiliki dua macam skor. Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk teknik belah dua ini adalah jumlah soal dalam perangkat harus genap, supaya kedua bagian itu jumlah soalnya sama.
Teknik belah dua ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.Pembelahan menurut nomor (soal) ganjil dan nomor genap atau disingkat Metode Ganjil-Genap. Misalkan suatu perangkat tes terdiri dari 20 butir soal, maka kelompok belahan pertama terdiri dari skor-skor untuk nomor 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, dan 19 sedangkan untuk kelompok kedua terdiri dari 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20.
b.Pembelahan menurut nomor urut yang disebut dengan metode awal-akhir. Misal perangkat tes terdiri dari 20 butir soal, maka kelompok bahan pertama terdiri dari skor-skor untuk nomor 1 sampai dengan 10 dan kelompok belahan kedua terdiri dari skor-skor untuk nomor 11 sampai dengan 20.
Untuk menentukan koefisien reliabilitas suatu alat evaluasi dengan teknik belah dua, ada tiga macam teknik perhitungan yaitu :

c.Formula Sperman-Brown
Prinsip penggunaan formula Sperman-Brown adalah dengan menghitung koefisien korelasi diantara kedua belahan sebagai koefisien reabilitas bagian (setengan) dari alat evaluasi tersebut, yang dinotasikan dengan r 11/12 untuk menghitungnya digunakan rumus produk moment dari karl person, yaitu :
r 11/12

Dengan n = banyak subjek
X¬1 = Kelompok data belahan pertama
X¬2 = kelompok data belahan kedua
Untuk menghitung koefisien reliabilitas alat evaluasi keseluruhan (satu perangkat), Sperman-Brown) mengemukakan rumus

c. Formula Flangan
Dalam penggunaan formula Flanangan tidak perlu memperhatikan syarat kesetaraan antara kedua belahan, karena formulanya tidak didasarkan atas nuilai korelasi antara kedua belahan tes, melainkan didasarkan atas varians masing-masing belahan dan varians totalnya.
Untuk menghitung koefisien reabilitas tes digunakan formula
........
d. Formula Rulon
Formula Rulon didasarkan atas konsep perbedaan antara skor subjek pada belahan pertama da kedua, yang dipandang sebagai kekeliruan dari proses evaluasi. Dengan demikian varians yang diperhitungkan adalah varians perbedaan skor kedua belahan itu, yaitu varians galat (error variance) adapun rumus yang digunakan adalah :

e. Teknik Non Belah Dua
Teknik non belah dua ini dikemukakan oleh Kuder dan Richardson. Mereka berpendapat bahwa teknik belah dua kurang baik dalam mencari koefisien reabilitas, sebab bisa dilakukan dengan cara berbeda sehingga menghasilkan nilai yang berbeda pula. Disamping itu dalam pelaksanaannya, teknik belah-dua sulit sekali memperoleh dua belahan yang setara satu sama lain. Untuk menghindari hal tersebut, Kuder dan Richardson mengemukakan cara untuk menghitung koefisien reabilitas tanpa membelah alat evaluasi menjadi dua bagian, tetapi membagi alat evaluasi menurut banyaknya butir soal yang disajikan, yaitu dengan cara menganalisis masing-masing soal itu.
Dalam teknik non belah-dua, Kuder dan Richardson mengemukakan dua buah rumus dalam menghitung koefisien reabilitas, yaitu :

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reabilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi reabilitas alat evaluasi adalah sebagai berikut :
a.Panjang Tes
Pada umumnya makin panjang tes (butir soal makin banyak), makin tinggi pula reabilitasnya. Hal ini disebabkan karena tes yang butir soalnya lebih banyak akan memuat cukup banyak kemampuan kognitif siswa yang dapat diungkapkan.
b.Kondisi testi
Suatu tes yang dicobakan kepda peserta tes yang beraneka ragam kemampuannya akan menghasilkan skor yang heterogen, sehingga varians skor yang diperoleh akan besar. Hal ini akan mempengaruhi nilai koefisien reliabilitas sehingga menjadi lebih tinggi.
c.Kesukaran tes
Materi tes yang terlalu mudah atau sulit cenderung merendahkan reliabilitas. Hal ini disebabkan karena skor yang diperoleh siswa untuk soal yang terlalu sulit atau terlalu mudah berkelompok pada skor tinggi atau skor rendah, jadi sebaran skornya terbatas. Dalam kondisi ini, Perbedaan individual kecil sehingga koefisien reliabilitas cenderung rendah.
d.Pelaksanaan tes
Faktor yang bersifat administratif dalam melaksanakan tes akan mempengaruhi hasil tes, sehingga secara langsung akan mempengaruhi pula derajat reliabilitas tes tersebut, contoh :
Petunjuk yang diberikan sebelum tes dimulai, akan memberikan ketenangan kepada para peserta tes dalaam mengerjakan tes.
Pengawas yang tertib akan mempengaruhi hasil yang diberikan oleh siswa terhadap tes. Bagi siswa-siswa tertentu adanya pengawasan yang terlalu ketat menyebabkan rasa jengkel dan tidak dapat dengan leluasa mengerjakan tes.
Suasana lingkungan dan tempat tes yang akan mempengaruhi hasil tes.
Daya pembeda (Discriminating Power)
Daya pembeda adalah sebuah butir soal yang menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah). Dengan kata lain daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk yang membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang bodoh.
Pengertian tersebut didasarkan pada asumsi Galton bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan yang bodoh karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut.

PENILAIAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang Masalah

Setiap anak yang lahir normal ( fisik-mental ) berpotensi menjadi cerdas. Dengan kecerdasan anak itu, anak akan mengaktualisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat. Diakui bahwa orang yang cerdas banyak sekali jasanya dalam memajukan umat manusia. Dengan karya dan pandangan-pandangannya yang ilmiah akan mampu membebaskan manusia dari belenggu kebodohan dan ketertinggalan menuju tatanan hidup yang lebih baik dan beradab.
Selama manusia berada di bumi, maka selama itu pula manusia akan membicarakan tentang pendidikan, temasuk masalah-masalah pendidikan. Salah satunya masalah pendidikan yang terus dan akan selalu dibicarakan adalah masalah mutu pendidikan yang rendah. Para pakar pendidikan dan psikologi banyak memberikan pandangan dan analisis terhadap mutu pendidikannya, tetapi hingga saat ini tidak pernah tuntas, bahkan muncul masalah-masalah pendidikan yang baru.
Masalah mutu pendidikan yang banyak dibicarakan adalah rendahnya hasil belajar peserta didik . padahal kita tahu , bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai factor , antara lain, sikap dan kebiasaan belajar, fasilitas belajar, motivasi, minat, bakat, pergaulan, lingkungan baik lingkungan keluarga, teman maupun lingkungan fisik kelas dan yang tak kalah pentingnyaadalah kemampuan profesional guru dalam melakukan penilaian hasil belajar itu sendiri.

Dalam proses belajar seorang anak di sekolah tentunya memiliki daya tangkap ( daya serap ) yang berbeda terhadap setiap pelajaran yang diberikan oleh bapak dan ibu gurunya. Perbedaan daya tangkap inilah yang mempengaruhi penilaian hasil belajar siswa.
Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) Yyang didasarkan atas Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) ini, akan berdampak pada perubahan dalam paradigm penilaian hasil belajar, pada kurikulum sebelumnya meskipun sudah dimunculkan wacana penilaian proses belajar namun dalam pelaksanaannya penilaian hasil belajar hanyalah dipusatkan pada penilaian hasil belajar yang biasanya dilihat dari perolehan skor ulangan, baik ulangan harian maupun ulangan umum. Dengan perubahan paradigma ini penilaian dipusatkan pada penilaian proses belajar disamping penilaian hasil belajar.
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Konsep-konsep tersebut pada umumnya berkisar pada pandangan sebagai berikut :
a.Penilaian tidak hanya diarahkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tetapi juga terhadap tujuan-tujuan yang tersembunyi, termasuk efek samping yang mungkin timbul.
b.Penilaian tidak hanya melalui pengukuran perilaku siswa, tetapi juga melakukan pengkajian terhadap komponen-komponen pendidikan, baik masukan proses maupun keluaran.
c.Penilaian tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan tersebut penting bagi siswa dan bagaimana siswa mencapainya.
d.Mengingat luasnya tujuan dan objek penilaian, maka alat yang digunakan dalam penilaian sangat beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes, tetapi juga alat penilaian bukan tes.
Pertanyaan pokok sebelum melakukan penilaian ialah apa yang harus dinilai itu. Terhadap pertanyaan ini kita kembali pada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar. Ada empat unsur utama proses belajar mengajar, yaitu :
1.Tujuan adalah arah dari proses belajar mengajar yang pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya.
2.Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan.
3.Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan.
4.Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak, yang berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
Dalam menentukan hasil belajar siswa, tentunya ini melalui suatu kegiatan yang dinamakan proses.
Dalam proses tersebut juga ada aspek-aspek yang menjadi bahan pertimbangan terhadap penilaian hasil belajar siswa.
1.Pengertian Proses
-Menurut Drs. Rony Gunawan, proses adalah runtunan perubahan peristiwa dan lain-lain.
-Menurut Dr. Nana Sudjana, proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran.
2.Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni :
1). Keterampilan dan kebiasaan
2). Pengetahuan dan pengertian
3). Sikap dan cita-cita
Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni :
1). Informasi verbal
2). Keterampilan Intelektual
3). Strategi kognitif
4). Sikap, dan
5). Keterampilan Motoris
Benyamin Bloom membaginya dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
Selain dari kategori hasil belajar tersebut, tentunya ada pengaruh-pengaruh yang menjadikan faktor penilaian dari hasil belajar siswa, yaitu faktor kepandaian, teman, faktor pengajar, dan faktor lingkungan tempat siswa tersebut belajar.
Penilaian hasil belajar kepada siswa didalam dunia pendidikan merupakan salah satu factor yang sangat penting, karena dengan adanya penilaian hasil belajar maka akan terlihat dengan jelas tingkat keberhasilan suatu penyelenggaraan pendidikan ( sekolah ) dalam mendidik siswanya. Adanya penilaian hasil belajar juga akan memberikan gambaran yang jelas tentang prestasi hasil belajar siswa, baik secara individu ataupun menyeluruh.

3. Pengertian Penilaian Hasil Belajar
Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang, kurang, diperlukan adanya ukuran yang jelas, bagaimana yang baik, yang sedang dan yang kurang. Ukuran itulah yang dinamakan kriteria. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa cara penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai dengan kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara apa yang dicapai dengan kriteria yang harus dicapai. Perbandingan bias bersifat mutlak, bisa pula bersifat relatif.
2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dikemukakan di atas, maka kami mengemukakakan beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :
1.Bagaimana suasana penataan lingkungan fisik kelas yang dapat yang mempengaruhi penilaian hasil belajar siswa ?
2.Prinsip penilaian yang bagaimanakah yang dapat mensinergikan ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris ?

3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.Mengetahui penataan lingkungan belajar yang mampu mempengaruhi hasil belajar siswa
2.Mengetahui prinsip-prinsip penilaian yang yang dapat mensinergikan ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik

Sedangkan manfaat dari makalah ini :
1.Hasil dari makalah ini diharapkan dapat menjadi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa program AKTA IV.
2.Hasil dari makalah ini diharapkan menjadi kontribusi bagi pengembangan pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN


A.Penataan Suasana Lingkungan Fisik Kelas yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar mengisyaratkan hasil belajar sebagai program atau objek yang menjadi sasaran penelitian. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional. Hal ini adalah karena isi rumusan tujuan instruksional menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Penialain hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini disyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris, oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai oleh siswa ( kompetensi ) menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses pembelajaran adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
Lingkungan belajar adalah situasi yang ada di sekitar siswa pada saat belajar. Situasi ini dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Bayangkan jika Anda memasuki ruangan kelas yang lantainya bersih, tempat duduk dan alat pelajaran ditata dengan rapi, pajangan diletakkan pada tempat yang tepat, dan ada bunga di meja guru. Apa yang Anda rasakan? Ya.... kita akan dapat mengajar dengan tenang serta menyenangkan. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Siswa akan belajar dengan tenang dan nyaman. Dengan demikian siswapun dalam menerima pelajaran akan lebih mudah karena didukung oleh situasi lingkungan yang nyaman, sehingga hasil yang dicapai setelah proses belajar akan lebih maksimal.
Penataan lingkungan yang dimaksud adalah penataan lingkungan fisik kelas. Lingkungan fisik kelas yang baik adakah ruangan kelas yang menarik, efektif, serta mendukung siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Kelas yang tidak ditata dengan baik akan menjadi penghambat bagi siswa dan guru dalam proses pembelajaran, sehingga juga akan berpengaruh pada penilaian hasil belajar siswa.
Menurut Louisell ( 1992 ), ketika menata lingkungan fisik kelas, guru hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
1.Keleluasaan Pandangan ( Visilibility )
Artinya penempatan atau penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa sehingga siswa dapat secara leluasa memandang guru serta guru juga dapat memandang semua siswa setiap saat menyajikan materi pelajaran.
2.Mudah Dicapai ( Accessibility )
Meletakkan alat-alat peraga di tempat yang tepat dan mudah dijangkau oleh guru dan siswa.
3.Keluwesan ( Flexibility )
Barang-barang yang ada di dalam kelas hendaknya mudah untuk dipindah-pindahkan sehingga mudah ditata sesuai dengan tuntutan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh siswa dan guru.
4.Kenyamanan
Prinsip kenyamanan ini berkaitan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara dan kepadatan kelas. Kenyamanan ruangan kelas akan sangat berpengaruh terhadap konsentrasi dan produktifitas guru dalam kegiatan pembelajaran.
5.Keindahan
Kelas yang indah dan menyenangkan menggambarkan harapan guru terhadap proses belajar yang harus dilakukan dan terhadap tingkah laku siswa selama kegiatan pembelajaran.
Penataan lingkungan fisik kelas yang nyaman dan baik tentunya akan memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa. Kondisi fisik kelas yang nyaman akan menjadikan pelajaran lebih mudah diterima, dimengerti dan dipahami sehingga hasil belajar siswa akan lebih baik dan maksimal.

B. Prinsip-prinsip Penilaian

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual, yang dibagi atas dua aspek, yaitu : - Aspek kognitif tingkat rendah, yang terdiri dari :
1. Pengetahuan atau ingatan, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, defenisi, pasal dalam undang-undang.
2. Pemahaman, maknanya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya.

-Aspek kognitif tingkat tinggi, yang terdiri dari :
1.Aplikasi, penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
2.Analisis, usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.
3.Sintesis, pernyataan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh.
4.Evaluasi, pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode dan materi.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap, yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
3. Ranah Psikomotoris
Berkenan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek dalam ranah psikomotoris, yaitu :
1.Gerakan refleks ( keterampilan pada gerak yang tidak sadar )
2.Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
3.Kemampuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain
4.Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan
5.Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks
6.Kemampuan yang berkenan dengan komunikasi non decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran . Namun tidak berarti bahwa ranah-ranah yang lainnya tidak dipakai dalam menilai hasil belajar siswa, maka untuk bisa mensinergikan ( menyatukan ) ranah-ranah tersebut ada prinsip-prinsip penilaian yang harus diperhatikan, yaitu :
1.Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penelitian. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam merancang penilaian hasil balajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakan.
2.Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. “ Tiada proses belajar mengajar tanpa penilaian “ hendaknya dijadikan semboyan bagi setiap guru.
3.Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan perstasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penelitian dan sifatnya komprehensif. Dengan sifat komprehensif dimaksudkan segi atau abilitas yang dinilainya tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotoris.
4.Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu, perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa. Demikian juga data hasil penelitian harus dapat ditafsirkan sehingga guru dapat memahami para siswanya terutama prestasi dan kemampuan yang dimilikinya.

Demikianlah prinsip-prinsip yang bisa dijadikan acuan dalam menyatukan penilaian hasil belajar siswa dari ranah afektif, ranah kognitif, dan ranah psikomotoris.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

1.Lingkungan fisik yang mempengaruhi lancarnya pembelajaran adalah tatanan ruangan kelas dan isinya, dimana guru hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip keleluasaan pandangan ( visibility ), kemudahan dalam mencapai ( accessibility ) keluwesan ( flexibility ) kenyamanan dan keindahan, sehingga hasil belajarpun bisa lebih baik dan maksimal.
2.Kategori hasil penilaian yang banyak dipakai adalah dengan menggunakan ranah afektif, ranah kognitif dan ranah psikomotoris, yang masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan.


DAFTAR PUSTAKA

Dkk, Suciati, 2007, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Universitas Terbuka.
Nana, DR. Sudjana, 1999, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Negeri, Universitas Makassar, 2007, Panduan Model Pembelajaran Efektif, Makassar : Tim Dosen Universitas Negeri Makassar.
Sumber Lain
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2001, Terbit Terang, Surabaya.
Makalah “ Penilaian Portofolio “ oleh Drs. Zainal Arifin, M.Pd, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2010.
Makalah “ Prinsip-prinsip Penilaian Matematika SMA “ oleh Drs. Setiawan, M.Pd, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, Yogyakarta, 2008.
Makalah “ Penilaian Hasil Belajar “, Direktorat Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008.
Lapora “ Sistem Informasi Penilaian Hasil Belajar Siswa Berbasis Web pada SMK Neg. 5 Bandar Lampung “, A. Ferico Octavian Syah P.

EVALUASI PEMBELAJARAN BERBASIS KTSP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu hak warga Negara perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, agar setiap warga Negara bisa menambah kualitas diri secara baik dan utuh. Namun, pada kenyataannya pendidikan tidak merata keseluruh pelosok Indonesia. Pendidikan hari ini selalu mengalami perubahan kurikulum sesuai dengan kebutuhan pemerintah, padahal bukan substansial yang di revisi. Dampaknya dirasakan oleh para pelaku pendidikan yaitu guru dan peserta didik.
Proses pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Sesuai dengan tujuan pembelajaran agar terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Untuk menyediakan informasi tentang baik dan buruknya proses dan hasil pembelajaran perlu dilakukan evaluasi. Proses evaluasi tersebut diharapkan dapat memberikan sebuah informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pegajaran guru, sehingga bermanfaat bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Pada umumnya evaluasi pembelajaran dilakukan pada setiap akhir dan selalu dikaitkan dengan prestasi siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka. Hasil belajar siswa dalam bentuk nilai angka merupakan indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas pembelajaran dan kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan. Dampak dari pandangan tersebut mendorong guru berlomba-lomba mentrasfer materi pelajaran sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan anak didiknya untuk mengikuti evaluasi hasil belajar (EHB) atau Ujian Nasional (UN). Akibatnya banyak guru mengesampingkan aspek-aspek kependidikan yang sebenarnya lebih penting dari sekedar nilai.
Fakta empiris menunjukkan bahwa sebagian besar guru hanya menggunakan tes tulis (Paper and Pencil Test) untuk mengukur ketercapaian kurikulum (kompetensi) oleh siswa. Padahal, berkaitan dengan perkembangan kurikulum saat ini dimana kurikulum disusun berdasarkan kompetensi, maka tes tulis bukan satu-satunya alat untuk menguikur hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru-guru perlu mengubah cara pandangnya terhadap pola-pola, cara-cara atau teknik-teknik mengukur hasil belajar siswa. Bahan makalah ini berisi tentang konsep-konsep dasar penilaian (asesmen) dan berbagai jenis penilaian, serta teknik-teknik penilaian.
B.Batasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan pada makalah ini, maka dibuat batasan masalah sebagai berikut :
a.Pengertian pengukuran, penilaian dan evaluasi
b.Tujuan dan fungsi penilaian/evaluasi
c.Objek/Sasaran evaluasi
C.Tujuan

Setelah mengikuti diskusi tentang Pengantar Evaluasi ini peserta diharapkan mampu:
1)Dapat mengetahui pengertian pengukuran, penilaian dan evaluasi
2)Dapat memahami tujuan dan fungsi evaluasi
3)Dapat mengetahui objek/sasaran evaluasi
4)Dapat memahami perbedaan pengukuran, penilaian dan evaluasi serta contoh contohnya.
D.Manfaat
Manfaat merupakan sesuatu yang berharga sebagai pengaruh dari kegiatan yang telah dilakukan. Dengan demikian manfaat evaluasi pembelajaran merupakan hasil yang bernilai dan diperoleh setelah proses evaluasi pembelajaran. Manfaat evaluasi pembelajaran mencakup manfaat bagi siswa, guru sekolah, dan pemerintah.
1.Manfaat bagi siswa. Siswa mengetahui keberhasilan dari hasil belajar pada kompetensi tertentu, atau pada kurun waktu tertentu. Jika hasilnya memuaskan, maka evaluasi akan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar lebih giat lagi. Jika hasinya tidak memuaskan diharapkan menjadi umpan balik dan dapat belajar lebih optimal.
2.Manfaat bagi guru. Guru akan mengetahui peta kompetensi yang dimiliki oleh setiap siswa. Guru akan mudah untuk membina siswa-siswa yang belum menguasai kompetensi-kompetensi yang ditentukan. Guru akan mencari penyebab mengapa siswa-siswa tertentu tidak dapat menguasai kompetensi sesuai dengan batas ketuntasan belajar. Guru mengetahui kesesuaian desain dan metode pembelajaran pada proses pembelajaran yang telah dilakukan.
3.Manfaat bagi sekolah. Sekolah mengetahui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru telah sesuai dengan yang diharapkan. Ketercapaian tujuan pendidik di sekolah dapat diketahui. Sekolah dapat melayani pendidikan bagi masyarakat sesuai dengan harapan masyarakat. Sekolah dapat menentukan rencana pendidikan selanjutnya pada tahun-tahun mendatang.
4.Manfaat bagi pemerintah. Pemerintah dapat menetapkan standar-standar pendidikan yang sesuai dengan perkembangan penyelenggaraan pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN


A.Pengertian Penilaian, Pengukuran, dan Evalusi
Istilah evaluasi atau penilaian adalah sebagai terjemahan dari istilah asing “evaluation”. Dan sebagai panduan, menurat Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning) dikemukakan, bahwa: “Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik”
Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan data hasil proses pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. (dikutip dari Bloom et.all 1971).
Sudirman N. Dkk. (1991) mengemukakan rumusan bahwa penilaian atau evaluasi (evaluation) berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu. Bila penilaian (evaluasi) digunakan dalam dunia pendidikan, maka penilaian pendidikan berarti suatu tindakan untuk menentukan segala sesuatu dalam dunia p;endidikan.
Sebagai alat penialaian hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus . Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan angka keberhasilan belajar. Tetapi yang lebih penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan (Muhamad Ali, 1992; 113).
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilai berdasarkan kriteria tertentu, untuk mendapatkan evaluasi yang meyakinkan dan objektif dimulai dari informasi- informasi kuantitatif dan kualitatif. Instrumennya (alatnya) harus cukup sahih , kukuh, praktis, dan jujur. Data yang dikumpulkan dari pengadministrasian instrumen itu hendaklah diolah dengan tepat digambarakan pemakaiannya (Jahja Qohar Al- Haj, 1985;2).
Dalam kaitan ini ada dua istilah yang hampir sama tetapi berbeda, yaitu “penilaian “ dan “pengukuran”. Pengertian pengukuran terarah pada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu, karena itu biasanya diperlukan alat bantu. Sedangkan penilaian atau evaluasi terarah pada penentuan kualitas atau nilai sesuatu.
Walaupun terdapat perbedaan, kedua hal tersebut tak dapat dipisahkan karena berhubungan erat. Pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran- pengukuran. Sebaliknya, pengukuran- pengukuran tidak akan berarti bila tidak dihubungkan dengan penilaian. Misalnya Bidu mendapat skor entah 90 (pengukuran), kemudian berdasarkan kriteria tertentu, maka Bidu mendapat nilai “A” (penilaian). (Sudirman N, dkk, 1991; 241)
Evaluasi tidak boleh dilakukan dengan sekehendak hti guru, anak didik yang cantik diberikan nilai tinggi dan anak didik yang tidak cantik diberikan nilai yang rendah. Evaluasi diberikan dengan pertimbangan- pertimbangan yang arif dan bijaksana, sesuai dengan hasil kemajuan belajar yang ditunjukkan oleh anak didik.
Dengan demikian , evaluasi adalah suatu tindakan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan yang arif dan bijaksana untuk menentukan nilai sesuatu baik secara kuantitatif maupun secara kualaitatif.
Berikut ini disajikan perbedaan antara penilaian, pengukuran dan evaluasi.
1.Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif
Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana dikemukakan Anas Sudijono (1996: 4) ada tiga macam yaitu : (1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah kota, (2) pengukuran untuk menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar serta (3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya.
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek.
b.Penilaian
Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.
Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999) Penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek.
Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
c.Evaluasi
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund (1990: 5) merupakan proses yang sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Djemari Mardapi (2004: 19) evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.
Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi disetiap akhir program tersebut, (2) dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itulah pendekatan goal oriented merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk evaluasi pembelajaran
Pada dasarnya istilah pengukuran, penilaian dan evaluasi dilakukan dalam beberapa aktivitas sehari-hari. Pengukuran ada 3 yaitu ukuran terstandar (meter, kilogram, takaran), ukuran tidak terstandar (depa, jengkal, langkah) dan ukuran perkiraan berdasarkan hasil pengalaman (jeruk manis adalah berwarna kuning, besar dan halus kulitnya). Jika diartikan dalam bahasa ingris penilaian disebut evaluation, sehingga ada yang mengartikan ketiga kata tersebut adalah sama tergantung pemakaiannya. singkatnya sebagai berikut :
1.Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
2.Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
3.Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan aturan-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan erat antara pengukuran (measurement) dan penilaian (evaluation), kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Dalam pengertian pendidikan terdapat dua arti untuk penilaian, yaitu penilaian dalam arti evaluasi (evaluation) dan penilaian dalam arti asesmen (assessment). Penilaian pendidikan dalam arti evaluasi merupakan penilaian program pendidikan secara menyeluruh. Dalam pengertian ini, evaluasi pendidikan menelaah komponen-komponen dan saling keterkaitannya dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan.
Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan data hasil proses pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. (dikutip dari Bloom et.all 1971). Berikut ini disajikan perbedaan antara penilaian, pengukuran dan evaluasi.
Sedangkan asesmen merupakan bagian dari evaluasi karena merupakan penilaian sebagian komponen yang menyangkut penilaian hasil belajar yang berhubungan dengan komponen kompetensi lulusan dan penguasaan substansi serta penggunaannya.
Pengukuran adalah proses penetapan angka bagi suatu gejala menurut aturan tertentu. Tes merupakan pengujian yang dilakukan oleh guru kepada siswa sebagai suatu alat untuk mengukur kemampuan siswa. Seorang guru perlu dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Menurut pengertian lama, pencapaian tujuan pembelajaran yang berupa prestasi belajar berasal dari kegiatan belajar-mengajar semata. Namun pendapat seperti ini sudah tidak sesuai lagi karena pembelajaran merupakan hasil kerja yang sangat kompleks untuk menentukan prestasi belajar siswa.
Jika digambarkan dalam bentuk diagram ada 4 hal yang terjadi sebagai berikut :

a)Input
Bahan mentah (calon siswa) sebelum memasuki transformasi (sekolah) akan dinilai dahulu kemampuannya, untuk mengetahui apakah kelak ia akan mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
b) Output
Keluaran (bahan jadi) yang dihasilkan oleh transformasi, yaitu siswa lulusan sekolah yang bersangkutan apakah berhak lulus atau tidak, melalui alat penyaring kualitas.
c)Transformasi
Transformasi (sekolah) memiliki beberapa faktor penentu untuk menentukan dalam kegiatan tersebut yaitu :
•Siswa sendiri
•Guru dan personal lainnya
•Bahan pelajaran
•Metode mengajar dan system evaluasi
•Sarana penunjang
•Sistem administrasi
d)Umpan Balik (feed back)
Umpan balik adalah segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi. Umpan balik ini sangat diperlukan untuk memperbaiki input yang belum memenuhi harapan. Oleh karena itu penilaian di sekolah meliputi banyak segi. Secara garis besar dilihat dari calon siswa, lulusan, dan proses pendidikan secara menyeluruh.
Adapun manfaat yang diperoleh guru setelah melakukan penilaian adalah :
Dapat mengetahui siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya maupun siswa yang belum berhasil menguasai bahan.
Mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa sehingga tidak perlu mengadakan perubahan pengajaran di waktu yang akan datang.
Guru akan mengetahui metode apa yang tepat digunakan dan lebih kreatif dalam memilih metode.
Hubungan antara Pengukuran, Penilaian, dan Tes
Penilaian digunakan untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki kompetensi sesuai dengan yang diharapkan. Sistem penilaian mulai dikembangkan secara berkelajutan, yaitu penilaian dengan semua indikator dibuat soalnya, hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar mana yang telah dan belum dimiliki oleh siswa serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan berbagai bentuk tes yaitu pertanyaan, lisan, kuis, ulangan harian, tugas individual, tugas kelompok, dan portofolio. Selain itu perlu dilakukan pengukuran afektif yang mencakup sikap, minat, motivasi terhadap pelajaran.
A.Tujuan dan fungsi penilaian/evaluasi
Adapun tujuan dari evaluasi adalah untuk menghimpun informasi yang dapat dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Sedangkan fungsi penilaian/ evaluasi ada beberapa hal, yaitu :
Evaluasi berfungsi selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih siswa yang paling tepat sesuai dengan program kegiatan tertentu, misalnya memilih siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa.
Evaluasi befungsi diagnostic adalah evaluasi yang ditujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor penyebabnya.
Evaluasi berfungsi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.
Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan adalah untuk mengetahui sejauh mana program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor seperti faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan system administrasi.
A.Menurut sumber lainnya jenis – jenis evaluasi berdasarkan tujuannya dibedakan atas 5 jenis evaluasi :
a)Evaluasi diagnostic (sda)
b)Evaluasi selektif(sda)
c)Evaluasi penempatan(sda)
d)Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran.
e)Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk menentukan hasil dan kemampuan bekerja siswa.
B.Jenis Evaluasi berdasarkan sasaran :
1.Evaluasi konteks
Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konsteks program baik mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaan.
2.Evaluasi Input
Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
3.Evaluasi proses
Evaluasi yang ditujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kelancaran proses, kesesuaian dengan rencana, factor pendukung dan hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan.
4.Evaluasi hasil atau produk
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau diberhentikan.
5.Evaluasi autocom atau lulusan
Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yakni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.

C.Jenis evaluasi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran :
Evaluasi program pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi pembelajaran, aspek-aspek program pembelajaran lainnya.
Evaluasi proses pembelajaran
Evaluasi mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang telah ditentukan. Kemampuan guru dalam melaksanakan proses dan kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Evaluasi hasil pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
D.Jenis evaluasi berdasarkan objek dan subyek evaluasi
Berdasarkan objek :
1.Evaluasi input
Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, dan keyakinan.
2.Evaluasi transformasi
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain materi, metode dan lainnya.
3.Evaluasi output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajarn.
Berdasarkan subyek :
1.Evaluasi internal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya guru.
2.Evaluasi eksternal
Evaluasi yang dilakukan oleh orang luar sekolah, misalnya orang tua, masyarakat.
Fungsi dan Tujuan Penilaian
1.untuk mengetahui kompetensi awal siswa,
2.untuk mengetahui tingkat pencapaian standar kompetensi,
3.untuk mengetahui perkembangan kompetensi siswa,
4.untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa,
5.untuk mengetahui hasil suatu proses pembelajaran,
6.untuk memotivasi siswa belajar, dan
7.untuk memberikan umpan balik kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarnnya.
Karakteristik Penilaian Hasil Belajar
1.Validitas, yaitu harus mengukur apa yang hendak diukur
2.Reliabilitas, yaitu hrus mengukur secara konsisten apa yang diukurnya
3.Usabilitas, yaitu meliputi biaya, mudah sukarnya penyelenggaraan, mudah sulitnya penyekoran dan daya tarik tes.
C.Objek dan Sasaran Evaluasi
Obyek atau sasaran evaluasi adalah segala sesuatu yang menjadi titik pengamatan evaluasi. Obyek evaluasi terdiri atas 3 bagian yaitu input, proses dan output.
1.Masukan (input)
Calon siswa yang akan dibentuk menjadi manusia-manusia dewasa yang berpribadi utuh merupakan subyek didik dalam proses pembelajaran bukan obyek. Sebab obyek evaluasi hanyalah sebagian karakteristik siswa. Adapun 4 karakteristik yang bisa dievaluasi yaitu:
1.Kemampuan
Untuk mengikuti program dalam suatu sekolah atau lembaga pendidikan, calon siswa harus memiliki kemampuan dasar yang cocok. Alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini disebut tes kemampuan (aptitude test)
2.Kepribadian
Kepribadian adalah sifat yang terdapat dalam diri seseorang individu dan tampak dalam bentuk tingkah laku. Alat evaluasi untuk mengetahui kepribadian disebut tes kepribadian (personality test)

3.Sikap
Sikap lebih cenderung bersifat psikis daripada fisik. Tingkah laku seseorang melalui sifat fisiknya merupakan bentuk manifestasi dari sikap yang dimiliki dan bersumber dari kepribadiannya. Tes yang digunakan adalah tes sikap (attitude test)
4.Intelegensi
Intelegensi sangat berkaitan dengan kemampuan berfikir. Manifestasi dari intelegensi ini bisa merupakan tingkat pemahaman atau daya ingat terhadap setiap rangsangan (stimulus) dalam struktur kognitif.
5.Proses
Proses adalah pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Unsur-unsur yang terlibat dalam proses tersebut adalah kurikulum (GBPP), materi pelajaran, pendekatan dan metode, cara menilai, sarana dan media, system administrasi, guru dan personal lainnya. Sebagai contoh untuk mengevaluasi proses matematika bisa dilakukan beberapa cara yaitu membuat essay atau observasi terhadap siswa menggunakan alat simulasi, misalnya melukis.
6.Keluaran (output)
Output pendidikan adalah lulusan suatu jenjang pendidikan tertentu, yaitu mereka yang berhasil lulus dari sebuah jenjang pendidikan. Output adalah kondisi setelah proses pembelajaran dilaksanakan dari semester awal sampai akhir. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian siswa dalam menjalani proses pembelajaran. Alat yang digunakan disebut tes pencapaian (achievement test). Istilah yang lebih popular dalam dunia pendidikan adalah Tes Prestasi Belajar (TPB), Tes Hasil Belajar (THB), atau Evaluasi Hasil Belajar (EHB).
Subyek dari evaluasi adalah pelaksana evaluasi yaitu guru atau orang lain. Adapun yang berpendapat bahwa subyek kelas adalah siswa karena siswa yang mengerjakan tes evaluasi.
Evaluasi Program Pendidikan
Ada 2 macam cara untuk mengevaluasi program, yaitu :
1.Evaluasi secara rasional
Sebaiknya pendidikan itu dilihat sebagai suatu system yang terdiri dari calon siswa raw-input; guru, kurikulum, fasilitas, metode, alat sebagai instrumental input : lingkungan (harapan masyarakat, harapan keluarga, tuntutan tugas dikemudian hari, dan kondisi lainnya), sebagai enviromental inputs; pengetahuan dan sikap, serta ketrampilannya sebagai output. Itulah obyek evaluasi program secara rasional.
2.Evaluasi secara empiric
Empiric artinya berasal dari kenyataan di lapangan, dalam hal ini sekolah. Data mengenai pelaksanaan program dapat diperoleh melalui angket, wawacara, atau observasi yang diolah dengan menggunakan analisis statistic, untuk menarik kesimpulan dan sifatnya dapat dipertanggungjawabkan daripada hanya menduga-duga.
Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dapat dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung atau sesudahnya. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa dapat dievaluasi melalui tanya jawab lisan sambil mengarahkannya pada konsep atau materi baru. Evaluasi pada akhir kegiatan bisa dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan, pada setiap minggu, dan setiap akhir semester.
Evaluasi belajar sifatnya berupa tes kemampuan, yaitu mengukur sampai sejauh mana tingkat penguasaan materi pelajaran yang telah disampaikan.
Evaluasi Non Tes
Evaluasi non tes adalah evaluasi diluar evaluasi hasil belajar. Maka evaluasi non tes titik beratnya adalah bidang afektif, seperti sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran yang telah disampaikan. Ada beberapa jenis alat evaluasi non tes diantaranya wawancara, observasi, studi kasus, dan skala penilaian.
Prinsip Penilaian
Penilaian digunakan untuk mengetahui kemampuan dari siswa. Jika sudah memperoleh penilaian secara individu, hasil penilaian perlu dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan (jika perlu dilakukan). Tindakan perbaikan ini berupa remidi. Apabila sebagaian siswa belum menguasai kompetensi dasar tertentu, maka perlu diadakan perlakuan kembali proses pembelajaran. Bagi siswa yang telah berhasil menguasai kompetensi dasar diberikan tugas sebagai pengayaan.
Ada berbagai jenis instrument sebagai evaluasi pembelajaran, diantaranya:
1.ulangan harian,
2.tugas kelompok,
3.kuis,
4.ulangan blok,
5.pertanyaan lisan, dan
6.tugas individu.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


A.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran, sehingga kaitan diantara keduanya sangat erat.
2.Tujuan dari evaluasi adalah menghimpun informasi yang dapat dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru.
3.Fungsi evaluasi diantaranya adalah fungsi selektif, fungsi diagnostic, fungsi penempatan dan fungsi pengukur keberhasilan.
4.Obyek/sasaran evaluasi adalah segala sesuatu yang menjadi titik pengamatan evaluasi, misalnya karakteristik siswa.
5.Ada berbagai jenis instrument sebagai evaluasi pembelajaran, diantaranya: ulangan harian, tugas kelompok, kuis, ulangan blok, pertanyaan lisan, dan tugas individu.

B. Saran
Konsep evaluasi yang ada pada saat ini sudah cukup kompleks, hanya
saja penerapannya belum maksimal. Oleh karena itu diperlukan sebuah fungsi controling untuk memaksimalkan fungsi evaluasi dan perlunya pelatihan khusus untuk para guru agar memiliki kreativitas dalam melakukan evaluasi, sehingga tidak sembarangan dalam memberikan penilaian kepada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono. 2010. Evaluasi Pendidikan. (http://geneku.wordpress.com/ 2010/07/10/evaluasi-dalam-pendidikan/)

Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi. Bumi Aksara
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta
Sanjaya, W. 2008. Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media. Jakarta
Suherman, E. 1990. Evaluasi Pendidikan Matematika. Wijaya Kusuma.
Bandung.
Wahidin. 2008. Konsep Penilaian Kinerja Guru. (Http//www.makalah-Evaluasi-pembelajaran.wordprees.com)